Gresik (26/12). Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik, menggelar Halaqah Ulama dan Umara bertempat di aula Masjid Agung Gresik (MAG), Sabtu (10/12). Kegiatan itu untuk membentengi umat dari kelompok radikalisme, seperti yang terjadi di Mapolsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Kegiatan itu bertema "Hidup Damai Tanpa Saling Menyalahkan". Dalam kegiatan itu, menghasilkan lima poin deklarasi, salah satunya umat Islam bersepakat bahwa pancasila sebagai ideologi negara yang dapat mengayomi dan mendinamisir segala perbedaan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik, KH Mansoer Sodiq mengatakan, tugas MUI yang terberat adalah menyatukan umat dengan Islam washatiyah.
"Munculnya kelompok yang menyebarkan ajaran Islam yang ekstrim dan radikal. Berpengaruh kepada situasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dari itu perlu kita jaga kerukunan," ucapnya.
Dikatakan, dalam waktu dekat Indonesia akan menghadapi tahun politik yang akan berpengaruh pada stabilitas keamanan. Karena ada kelompok yang memancing situasi di tengah perhelatan kontestasi politik.
"Melalui halaqah ulama dan umara ini, kita duduk bersama, untuk membuat hidup damai tanpa saling menyalahkan," ungkapnya.
Acara itu dihadiri Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani, Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir, Ketua PCNU KH Mulyadi, Ketua Pengadilan Agama Rachmad Hidayat, Asisten I Suyono, serta menghadirkan keynote speaker dekan FISIP UIN Sunan Ampel Abdul Chali.
Pada kesempatan tersebut, Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani menyampaikan, sejarah tidak mencatat atau membuat prasasti nama-nama netizen yang suka mencela, mencaci maki apalagi menghasut.
"Pada era digital dan kemajuan teknologi saat ini, setiap lapisan masyarakat menjadi bagian dari pengguna teknologi termasuk media sosial," ungkapnya.
Dikatakan Bupati, apabila menemukan persoalan atau perselisihan, sebaiknya jangan disampaikan melalui media sosial terlebih dulu, apalagi permasalahan yang seharusnya tidak disebarluaskan. Ditambah lagi dengan maraknya aksi gangster akhir-akhir ini yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Melalui forum ini, pemerintah daerah, kiai, ulama dan umara, sudah menunjukkan perannya dalam ikut menjaga kondusifitas di Kabupaten Gresik," kata Gus Yani sapaan akrab Bupati.
Gus Yani mengapresiasi MUI dan seluruh pengurusnya, yang sudah menyelenggarakan acara tersebut. Menurutnya, tema yang diangkat sangat pas dengan kondisi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang terjadi baru-baru ini.
"Mari bersinergi, bersama - sama kita jaga kondusifitas di Kabupaten Gresik," tutup Bupati Gresik Gus Yani.
Dalam kegiatan halaqah itu, Ketua DPD LDII Kabupaten Gresik KH. Abdul Muis Zuhry, berkesempatan menjadi salah satu narasumber dan menyampaikan materi tentang kerukunan.
Menurutnya, para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa bangsa Indonesia ini menjadi satu kesatuan yaitu NKRI meskipun terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku dan perbedaan etnis. "Maka pilihanya adalah dasar negara republik Indonesia adalah Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.
Penegasan Pancasila dalam perbedaan agama sudah sangat jelas dengan memasukan sila pertama yakni ketuhanan yang Maha Esa. Terbukti, dengan tata kalimat seperti itu yang bisa diterima oleh bangsa Indonesia yang berbeda suka etnis dan agama. "Kita juga tidak mau ada persoalan yang pada giliranya menjadikan sebuah konflik yang mengatasnamakan agama," tambahnya.
Salah satu, lanjutnya, yang harus diwaspadai adalah jangan ada konflik agama dengan alasan apapun termasuk pendirian rumah ibadat dan politisasi agama.
Peran tokoh di masyarakat menjadi sangat penting untuk menjujung nilai nilai persatuan dan kesatuan karena tokoh adalah panutan.
"LDII menawarkan sebuah konsep dalam rangka terjaganya kerukunan dan kesatuan sesama anak bangsa yaitu dengan berbicara yang baik, sabar_ keporo ngalah_, jujur, amanah, tidak membuat kerusakan, saling memperhatikan dan saling menjaga persaan di antara sesama anak bangsa," tutupnya.
Sementara, Ketua DPRD Gresik, Much. Abdul Qodir menambahkan, pemerintah daerah bertanggungjawab, dalam penyelenggaraan toleransi kehidupan bermasyarakat, dan melindungi setiap orang dari gangguan ketertiban pada lingkungan masyarakat di daerah.
"Ini sudah tertuang dalam Perda 16 tahun 2020, tentang toleransi kehidupan bermasyarakat," katanya.
Menurut Qodir, MUI merupakan rumah besar umat Islam, bertugas membimbing umat sekaligus sebagai mitra pemerintah daerah. "Baik buruknya umat ditentukan ulama dan umara, disini letak tugas ulama dan umara sesuai peran dan fungsinya," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar